
Fenomena Barang Palsu di Dunia Fashion Branded: Kenapa Masih Banyak yang Tertipu?
, 5 min reading time
, 5 min reading time
Fashion branded punya daya tarik yang sulit dijelaskan. Sebuah tas atau sepatu berlabel mewah tidak hanya jadi pelengkap gaya, tapi juga mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan memberi kesan prestise. Namun, di balik gemerlapnya, ada sisi gelap yang kian mengkhawatirkan: peredaran barang branded palsu yang terus menjamur.
Menurut data global, nilai perdagangan produk palsu kini sudah menembus hampir 10 triliun rupiah, dengan sekitar 10% barang branded di pasaran ternyata tiruan. Lebih parah lagi, tren ini diprediksi terus melonjak, bahkan ada estimasi yang menyebutkan peningkatannya bisa mencapai 10.000% hanya dalam dua dekade.[1]
Lalu, kenapa kamu perlu peduli? Karena dampaknya nyata dan merugikan. Bukan hanya bagi brand besar, tapi juga bagi konsumen seperti kita. Mari kupas lebih dalam apa penyebab maraknya barang palsu di dunia fashion, serta bagaimana imbasnya bisa langsung berdampak kepada kamu!
Barang-barang branded tidak berbicara soal fungsi lagi, melainkan simbol status sosial, eksklusivitas, dan prestise. Bisa dibilang, memiliki barang-barang ini semacam “tiket” untuk masuk ke circle orang-orang yang dianggap sukses.
Namun, di balik citra itu, ada harga yang tidak main-main, seperti sebuah tas Louis Vuitton, untuk bisa membawanya pulang saja kamu butuh merogoh kocek puluhan juta.
Di titik inilah para pemalsu melihat peluang. Mereka menyadari banyak orang yang memiliki impian punya barang branded tetapi kemampuan finansialnya belum sejalan. Maka lahirlah barang palsu untuk menunjang hasrat tampil seolah kaya tanpa harus benar-benar mengeluarkan biaya besar.
Fenomena ini terus berulang. Hasrat konsumen untuk tampil bergaya bertemu dengan celah gelap yang dimanfaatkan para pemalsu.
Kalau kamu masih mengira jika perdagangan barang palsu cuma merugikan brand besar, kamu salah besar. Ini adalah masalah global yang dampaknya menyebar ke mana-mana, termasuk merugikan kamu sebagai konsumen.
Peredaran barang palsu membuat pemasukan pajak dari produk branded jadi tidak optimal. Penjualannya tidak tercatat secara resmi, sehingga triliunan rupiah yang seharusnya masuk ke kas negara justru lenyap begitu saja.
Bagi perusahaan barang branded, permasalahan barang palsu bagi brand terasa seperti pukulan ganda. Mereka rugi secara finansial, tapi yang lebih menyakitkan adalah ketika nama baik ikut tercoreng.
Bayangkan, ada konsumen yang membeli barang palsu tanpa sadar, lalu kecewa karena kualitasnya jelek. Kekecewaan ini sering kali ditujukan ke brand asli, seolah-olah merek tersebut yang gagal menjaga kualitas.
Membeli barang palsu ibarat bermain judi. Kamu tidak pernah benar-benar tahu apa yang kamu dapatkan. Mungkin warnanya cepat pudar, mudah rusak, atau bahkan terbuat dari bahan yang bisa membuat kulit iritasi.
Ketika perusahaan asli harus bersaing dengan banjirnya produk tiruan, mereka sering kali terpaksa menekan produksi bahkan melakukan PHK. Artinya, setiap kali kita memilih barang palsu, tanpa sadar kita ikut berkontribusi pada hilangnya lapangan kerja yang seharusnya bisa mendukung banyak keluarga.
Ada banyak faktor yang bisa membuat konsumen tertipu dengan adanya barang palsu ini, seperti:
Kualitas tiruan yang makin mirip. Sekarang, para pemalsu cukup pintar dan canggih. Mereka bisa meniru detail sekecil mungkin, dari jahitan sampai hardware. Bahkan, cara membedakan barang asli dan palsu semakin sulit karena perbedaan visualnya tipis.
Kurangnya literasi. Banyak dari kita cuma tahu Goyard asli dan palsu itu ada, tapi tidak pernah tahu cara membedakannya.
Strategi pemasaran yang licik. Para pemalsu cerdik memanfaatkan platform online dan influencer, memakai foto brand asli atau konten meyakinkan agar barang palsu terlihat autentik.
Faktor psikologis. Kita semua ingin terlihat keren dan diakui, tapi sering kali budget terbatas. Inilah yang membuat godaan untuk memakai barang palsu muncul, rela mengambil risiko hanya demi kepuasan sesaat.
Untuk mengatasi perdagangan barang palsu tentu butuh kerja sama dari banyak pihak. Negara sudah membuat regulasi internasional dan kerja sama lintas batas untuk memberantas jaringan pemalsu. Brand-brand besar juga sudah memakai teknologi anti-pemalsuan canggih, seperti QR code, chip khusus, sampai hologram.
Jadi, jika kamu mau tahu bagaimana cara mengidentifikasi merek palsu, mulailah dari detail kecil dan cari tahu apakah brand tersebut punya fitur keamanan khusus. Selain itu, kamu juga harus jadi konsumen yang cerdas. Jangan mudah tergiur dengan harga miring. Lakukan riset dan beli dari toko atau platform yang terpercaya.
Ingat apa yang membuat barang branded mahal: ada kualitas, bahan premium, craftsmanship, dan nilai historis. Fenomena barang palsu ini bukan cuma berdampak ke look penampilan kamu. Ada ekonomi, ada keamanan, ada juga keberlangsungan industri kreatif yang ikut dipertaruhkan.
Sebagai konsumen, kamu punya peran penting. Jangan mudah tergiur harga miring tanpa logika. Ingat, membeli produk palsu bukan hanya merugikan kamu sendiri, tapi juga negara, brand, bahkan orang lain yang bergantung pada industri ini.
Kalau kamu memang ingin punya barang branded dengan harga lebih ramah, kenapa tidak coba opsi pre-owned? Di Reluxe, kamu bisa mendapatkan barang-barang branded asli dengan kondisi terjamin, harga lebih bersahabat, dan kamu tidak perlu merasa was-was dipermainkan oleh barang branded palsu.